Rabu, 15 Januari 2014

Sekilas Profil Anas Urbaningrum



Lahir di Desa Ngaglik, Srengat, Blitar, Jawa Timur 15 Juli 1969 Anas menempuh pendidikan dari SD hingga SMA di Kabupaten Blitar. Setelah lulus dari SMA, ia masuk ke Universitas Airlangga, Surabaya, melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada 1987. Di kampus ini ia belajar di Jurusan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, hingga lulus pada 1992.

Anas melanjutkan pendidikannya di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan meraih gelar master bidang ilmu politik pada 2000. Tesis pascasarjananya telah dibukukan dengan judul "Islamo-Demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid" (Republika, 2004). Kini ia tengah merampungkan studi doktor ilmu politik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kiprah Anas di kancah politik dimulai di organisasi gerakan mahasiswa. Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.

Dalam perannya sebagai ketua organisasi mahasiswa terbesar itulah Anas berada di tengah pusaran perubahan politik pada Reformasi 1998. Pada era itu pula ia menjadi anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik, atau Tim Tujuh, yang menjadi salah satu tuntutan Reformasi.

Pada pemilihan umum demokratis pertama tahun 1999, Anas menjadi anggota Tim Seleksi Partai Politik, atau Tim Sebelas, yang bertugas memverifikasi kelayakan partai politik untuk ikut dalam pemilu. Selanjutnya ia menjadi anggota omisi Pemilihan Umum periode 2001-2005 yang mengawal pelaksanaan pemilu 2004.
Setelah mengundurkan diri dari KPU, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sejak 2005 sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah.

Menjadi Anggota Komisi Pemilihan Umum

Anas dilantik menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada periode 2000-2007 oleh Presiden Abdurrahman Wahid (alm.) pada 24 April 2001. Anas menjadi anggota KPU bersama dengan Chusnul Mar’iyah, Daan Dimara, Hamid Awaludin, Imam Prasodjo, Mudji Sutrisno, Mulyana W Kusuma, Nazaruddin Syamsuddin, Ramlan Surbakti, Rusadi Kantaprawira, dan Valina Singka Subekti. Para anggota KPU tersebut kemudian memilih Nazaruddin Syamsuddin sebagai ketua.

Tugas besar KPU periode ini adalah melaksanakan pemilihan presiden secara langsung yang pertama dalam sejarah yang merupakan salah satu tonggak penting demokratisasi di Indonesia. Anas mengundurkan diri dari KPU pada 8 Juni 2005.

Menjadi Anggota DPR RI
Anas terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2009 dari daerah pemilihan Jawa Timur VII yang meliputi Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Tulungagung dengan meraih suara terbanyak, yaitu 178.381 suara, melebihi angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) sebesar 177.374 suara.

Pada 1 Oktober 2009, Anas ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI. Tugas berat yang berhasil dijalankannya dengan baik adalah menjaga kesolidan seluruh anggota Fraksi Partai Demokrat dalam voting Kasus Bank Century.
Menyusul pemilihannya sebagai ketua umum partai, pada 23 Juli 2010 Anas mengundurkan diri dari DPR.
Terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat
Sebagai partai pemenang pemilu 2009, kongres ke-2 Partai Demokrat di Bandung pada 20-23 Mei 2010 menjadi peristiwa penting dalam politik Indonesia.

Anas mendeklarasikan pencalonannya di Jakarta pada 15 April 2010. Dalam pidato deklarasinya, Anas menegaskan bahwa kesiapan dirinya bukanlah untuk bersaing, apalagi bertanding. Pencalonanya bukan untuk memburu jabatan. Menurut Anas, kongres adalah sebuah kompetisi rutin dan penuh persahabatan antar sesama saudara. “Semua kandidat adalah kader-kader terbaik partai Demokrat dan sahabat seperjuangan,” kata Anas.

Dalam deklarasi itu Anas menyatakan akan mengusung agenda institusionalisasi partai. Artinya, bagaimana mentransformasi pemikiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai figur penting dan sentral dalam Partai Demokrat menjadi institusi partai yang kuat. Agenda lainnya adalah stabilisasi internal; kaderisasi yang baik, bermutu, dan sistematis; desentralisasi pengelolaan partai secara terukur; pembangunan budaya politik yang bersih, cerdas, santun sebagai karakter partai; serta manajemen logistik yang kuat dan akuntabel.
Pemikiran politik Anas selanjutnya dituangkan dalam pidato kebudayaan “Membangun Budaya Demokrasi” yang diselenggarakan di Jakarta pada 16 Mei 2010. Pidato ini dilakukan untuk melanjutkan tradisi berwacana yang sudah lama dijalankan oleh para founding fathers bangsa ini, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir; para pemikir seperti Tan Malaka, Soedjatmoko, dan bahkan Kartini yang menuangkan pemikirannya melalui tulisan.

Dalam pidato tersebut, Anas menjelaskan bahwa politik uang, patronase, sub-nasionalisme, dominannya “ascribed status”, meritokrasi yang lemah dan “zero sum game” merupakan tantangan terbesar dalam membangun budaya demokrasi. Anas menempatkan meritokrasi sebagai agenda terpenting dalam membangun budaya demokrasi, yang harus dijaga dari polusi politik uang. Meritokrasi juga akan membuahkan sejumlah pemimpin yang kompeten dan tidak akan melahirkan orang kuat yang melampaui sistem dan institusi sehingga check and balance dapat berlangsung secara efektif.

Dalam rangkaian persiapan kongres, Anas meluncurkan buku “Revolusi Sunyi” di Aula Harian Pikiran Rakyat, Bandung. Buku ini mengungkap kiat-kiat sukses Partai Demokrat dan SBY memenangkan pemilu 2009. Anas mengungkapkan ketelatenan Partai Demokrat melakukan survei pasar yang dilakukan secara periodik dengan melibatkan semua elemen partai. Buku Revolusi Sunyi mengulas kesaksian bagaimana sebuah parpol bekerja keras menghadapi pemilu tanpa melakukan publikasi yang “gaduh”.

Kompetisi di kongres berlangsung ketat dengan tiga kandidat kuat: Anas, Andi Mallarangeng (yang juga Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga RI), dan Marzuki Alie (Ketua DPR RI) yang baru saja mendeklarasikan pencalonannya sehari sebelum kongres dimulai.

Dalam pemungutan suara putaran pertama, Anas unggul (236 suara) dari Marzuki Alie (209 suara) dan Andi Mallarangeng (82 suara). Karena tidak ada kandidat yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, pemungutan suara putara kedua dilakukan. Menjelang putaran kedua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi pernyataan agar perwakilan DPD dan DPC memilih ketua umum Partai Demokrat sesuai dengan hati nurani, yang mengindikasikan berjalannya demokrasi internal di partai terbesar ini.

Pada putaran kedua, Anas unggul dengan perolehan 280 suara. Marzuki Alie memperoleh 248 suara, sementara dua suara dinyatakan tidak sah. Pemilihan ini membuat Anas menjadi salah seorang ketua umum partai politik termuda di Indonesia. Menanggapi hasil pemungutan suara tersebut Anas mengatakan, “Anda lihat sendiri, saya menang dalam pemilihan yang demokratis. Ini bukti, selain Partai Demokrat adalah partai yang mengutamakan demokrasi, Pak SBY juga demokrat sejati karena tidak pernah ikut campur pemilihan, termasuk mendukung salah satu calon.”

Pada 17 Oktober 2010, Anas melantik pengurus pleno DPP Partai Demokrat yang berjumlah 2.000 orang pada saat peringatan ulang tahun partai tersebut di Jakarta.

Pada tahun 2012, Anas diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek Hambalang. Pernyataan tentang keterlibatan Anas ini disampaikan oleh Muhammad Nazaruddin, tersangka kasus Hambalang yang juga merupakan mantan bendahara Demokrat. Dugaan keterlibatan Anas ini berlarut-larut, ketika satu per satu orang yang disebutkan Nazaruddin ditetapkan menjadi tersangka, namun status Anas masih juga menggantung.

Kehidupan Pribadi dan Keluarga
Olah raga merupakan salah satu hobby Anas, selain membaca. Anas gemar bermain volley, bulu tangkis dan sepak bola. Hampir tidak pernah ia melewatkan kesempatan menonton langsung pertandingan Tim Nasional Indonesia. Ia pernah mengatakan bahwa sewaktu menjadi wartawan di Surabaya, penugasan favoritnya adalah meliput pertandingan sepak bola. Kini, Anas kerap diundang menjadi komentator pertandingan sepak bola nasional dan internasional di televisi. Anas memilih Manchester United, FC Barcelona dan AC Milan sebagai tim sepak bola favoritnya di kancah internasional. Di tanah air, tim sepak bola pujaan Anas selain Timnas Garuda adalah PSBI Blitar.
Anas mengaku sebagai pecinta kuliner nusantara. Lewat Twitter (akun: @anasurbaningrum), ia berbagi gambar dan informasi sajian lezat dan tempat bersantap di seantero tanah air.

Anas menikah dengan Athiyyah Laila Attabik (Tia). Anas dan Tia pertama kali bertemu karena diperkenalkan teman-teman di HMI Yogyakarta. Menurut Tia, dia dan Anas tidak pernah berpacaran. Masa perkenalannya pun sangat singkat, hanya empat bulan. Tia dan Anas hanya bertemu tiga kali dan bicara lewat telepon empat kali. Menurut Tia, “Saat dia melamar, saya pun sudah merasa klik dengannya.”

Dalam sebuah wawancara, Ryaas Sayid mengenang permintaan Anas agar ia menjadi juru bicara untuk melamar kepada orang tua Tia, K.H. Attabik Ali, di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Bersama Andi Mallarangeng dan Affan Gaffar (alm.) berangkatlah Ryaas ke Yogyakarta. Anas dan Tia menikah pada 10 Oktober 1999 di Yogyakarta.

Kini, Anas dan Tia tinggal di Duren Sawit, Jakarta Timur, bersama keempat anak mereka: Akmal Naseery (lahir 2000), Aqeela Nawal Fathina (lahir 2001), Aqeel Najih Enayat (lahir 2003), dan Aisara Najma Waleefa (lahir 2005).

Kasus Hukum
Pertengahan Februari 2013, ada isu yang menyebutkan bahwa para pemimpin KPK setuju dan sepakat untuk menetapkan bahwa Anas Urbaningrum menjadi tersangka. Jumat, 8 Februari 2013, Ketua KPK Abraham Samad, menyatakan bahwa seluruh pimpinan lembaganya sepakat menetapkan Anas sebagai tersangka. Tapi, “Belum seluruh anggota pimpinan meneken surat perintah penyidikan. Dua pemimpin KPK masih berada di luar Jakarta,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar