Widji Widodo atau yang kerap di panggil Widji Thukul lahir di Solo 26 Agustus 1963 .
Pada tanggal 24 Maret 2000 Kontras telah menerima laporan dari
keluarga korban Wiji Thukul atau hilangnya aktivis sekaligus penyair
Wiji Thukul. Hari-hari sebelum Fitri bulan Februari 1998. informasi
terakhir sekitar bulan April-Maret 1998, Wiji Thukul sempat bertemu
temannya tetapi sejak saat itu hingga sekarang, Wiji Thukul dinyatakan
hilang.
Hilangnya Wiji Thukul pada sekitar Maret 1998 diduga kuat berkaitan
dengan aktivitas yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Saat itu
bertepatan dengan peningkatan operasi represif yang dilakukan ole rezim
Orde Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan
dengan Orde Baru.
Operasi pembersihan tersebut hampir merata dilakukan diseluruh
wilayah Indonesia. Kontras mencatat dalam berbagai operasi, rezim Orde
Baru juga melakukan penculikan terhadap para aktivis (22 orang) yang
hingga saat ini 13 orang belum kembali.
Kontras menegaskan bahwa hilangnya Wiji Thukul tidak terlepas dari
aktivitas-aktivitas politik yang selama ini di jalaninya. Dengan melihat
proses hilangnya Wiji Thukul bersamaan dengan penghilangan secara paksa
aktivis-aktivis selama masa menjelang jatuhnya Soeharto.
Bahwa pemerintah adalah pihak yang paling bertanggungjawab untuk
mengungkapkan motif hilangnya Wiji Thukul pada khususnya serta mencegah
adanya penghilangan secara paksa terhadap warga negara pada umumnya.
PROFIL WIJI THUKUL
Wiji Thukul lahir tanggal 23 Agustus 1963 di Solo. Aktif
berkesinambungan mulai sejak SMP ketika bergabung dengan Sanggar Teater
Jagat.
Lulus dari SMP, Thukul melanjutkan studi di SMKI (Sekolah Menengah
Karawitan Indonesia ) meski hanya sampai kelas II. Disamping aktif
berteater, Thukul juga menuli puisi. Puisinya pernah dibacakan di Radio
PTPN Solo, dimuat di Muiara, NOVA, Swadesi, Inside Indonesia dan Suara
Merdeka.
Pergumulannya dengan kesenian kerakyatan semakin mendalam ketika
mulai mengembangkan aktivitas kesenian di kampung bersama teman-temannya
yang kebanyakan kaum buruh.
Dia mulai membaca puisi bukan hanya digedung-gedung kesenian atau
kampus, namun juga di bis kota , kampung bahkan di aksi-aksi massa .
Kumpulan puisi yang sempat diterbitkan alah “Darman” dan “Mencari
Tanah Lapang”. Karya puisinya yang terkenal adalah yang berjudul
“Peringatan” yang pada akhir bait puisi berteriaak : ” รข€¦hanya ada satu
kata: Lawan!”
Sebagai seniman yang dibesarkan di kampung, Thukul bersama
kawan-kawannya membangun kolektif kesenian kampong yang bernama “Sanggar
Suka Banjir”.
Kelompok inilah yang mengkspresikan problem-problem rakyat yang teal.
Dari sini pula Thukul mulai terlibat dalam aksi-aksi melawan
ketidakadilan dan penindasan.
Represi aparat mulai dirasakan ketika Thukul bersama rakyat di
kampungnya memprotes pencemaran pabrik tekstil PT. Sari Warna Asli.
Dalam aksi ini Thukul sempat ditangkap dan dijemur oleh aparat Polresta
Surakarta.
Namun represi ini tak menyurutkan langkahnya. Thukul kemudian
bergabung dalam Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (JAKKER) yang aktif dalam
aksi-aksi buruh.
Dalam aktivitas inipun Thukul tak luput dari represi aparat. Dalam
aksi buruh PT. Sritex bulan Desember 1995, Tukul dianiaya oleh aparat
hinga salah satu matanya cidera hampir buta.
KRONOLOGIS HILANGNYA WIJI THUKUL
Desember 1997
Sempat bertemu dengan ketua KTTLV cab. Jakarta yang berkewarganegaraan Belanda.
25-27 Desember 1997
Bertemu dengan Istinya bersama kedua anaknya di Kaliurang, Yogyakarta
. Istrinya sempat diantar Thukul ke Stasiun Tugu kembali ke Solo. Saat
itu Tukul itu hanya bicara: Wis kono gek bali lan ati-ati karo anakmu
(sudah kamu cepat pulang dan hati-hati dengan anakmu)
Februari 1998
Bertemu dengan seorang seniman di kota Magelang.
19 Februari 1998
Berhubungan melalui telepon. Ini adalah komunikasi terakhir dengan Thukul
Sekitar Maret – April 1998
Bertemu dengan Staf Komunitas Utan Kayu di Kantor ISAI Jakarta
Sekitar Maret – April 1998
Sempat makan bakso bersama-sama disekitar by-pass, jalan Pemuda Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar